Senin, 05 November 2007

LOVE IS THE REASON

Robertson McQuilkin adalah rektor di Universitas Internasional Columbia. Ia mengundurkan diri dari kedudukannya itu demi merawat Muriel, istrinya yang mengalami gangguan fungsi otak. Atau alzheimer. Muriel sudah seperti bayi. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan untuk makan, mandi dan buang airpun ia harus dibantu.

Robertson memutuskan untuk merawat istrinya dengan tangannya sendiri. Baginya Muriel adalah wanita yang sangat istimewa. Pernah suatu kali ia membersihkan lantai bekas ompol Muriel. Tapi di luar kesadaran Muriel malah menyerakkan air seninya sendiri. Robertson kehilangan kendali emosinya. Ia menepis tangan Muriel dan memukul betisnya guna menghentikannya.

Ia sangat menyesali tindakannya itu. "Kenapa pula saya memukulnya. Walau tidak keras, tapi itu cukup mengejutkannya. Selama 44 tahun kami menikah, saya belum pernah menyentuhnya karena marah. Tapi kini di saat ia sangat membutuhkan saya, saya malah memperlakukannya demikian. Ampuni saya, ya Tuhan," katanya dalam hati. Tanpa peduli apakah Muriel mengerti atau tidak, ia pun meminta maaf atas hal yang telah dilakukannya.

Tanggal 14 Februari 1995. Hari istimewa untuk Robertson dan Muriel. Tahun 1948 tanggal itu ia melamar Muriel. Pada hari istimewa itu ia memandikan Muriel. Menyiapkan makan malam dengan menu kesukaan Muriel.
Menjelang tidur ia mencium dan menggenggam tangan Muriel dengan erat. Lalu berdoa, "Tuhan yang baik, Engkau mengasihi Muriel lebih dari aku mengasihinya. Jagalah kekasih hatiku ini sepanjang malam dan biarlah ia mendengar nyanyian malaikat-Mu. Amin."

Pagi harinya. Robertson sedang berolahraga dengan sepeda statisnya. Muriel terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk mengambil posisi yang nyaman. Melempar senyum manis kepada Robertson. Untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan Muriel tidak pernah berbicara, ia memanggil Robertson dengan suara yang lembut dan bening, "Sayangku… Sayangku…."

Robertson terlompat dari sepedanya. Ia segera memeluk wanita yang sangat dikasihinya itu. "Sayangku, kamu benar-benar mencintaiku, bukan?" tanya Muriel. Setelah melihat anggukan dan senyum diwajah Robertson, Muriel berbisik, "Aku bahagia !" Itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Muriel kepada Robertson sebelum meninggal.
(Source: Unknown)

Ternyata cinta itu ada. Cinta sejati itu mengabadikan. Tak kan mati hanya karena jarak, waktu dan keadaan. Tak kan luntur karena dukacita dan airmata. Tak kan lekang karena sakit dan kepedihan. Bahkan cinta sanggup jadi tenaga. Sumber motivasi. Alasan yang tepat untuk bertahan dalam segala kepahitan dan keadaan.

Tidak ada komentar: